BLANTERORBITv102

    4 Hal Yang Harus Dilakukan Agar Menulis Bisa Jadi Terapi Psikologis

    Selasa, 15 Maret 2022

    menulis bisa jadi terapi psikologis

    Oleh : Nirma Magfirandha

    Tentunya kita sudah tidak asing lagi dengan pernyataan bahwa menulis dapat menjadi terapi psikologis tersendiri bagi para penulisnya. Menulis dapat menyembuhkan pengalaman traumatis dengan cara mengungkapkan segala perasaan dalam bentuk kata-kata.

    Menulis Bisa Jadi Terapi Psikologis Lho!

    Ungkapan perasaan bisa dengan berbagai jenis tulisan baik itu puisi, artikel, cerita fiksi, karya sastra lainnya, atau bahkan hanya dalam bentuk sebuah catatan harian. Namun, ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar tujuan menulis sebagai terapi dapat terwujud karena apabila salah langkah, maka yang terjadi justru malah sebaliknya.

    Tidak ingatkah kita bahwa tidak sedikit juga penulis yang mengalami gangguan mental dan akhirnya bunuh diri. Salah satu penyebabnya karena ketidakmampuan dalam membedakan dunia nyata dan dunia fiksi yang dibuatnya sendiri atau karena depresi sendiri.

    Lakukan 4 Hal Agar Menulis Bisa Jadi Terapi Psikologis

    Jadi, pernyataan bahwa menulis dapat menjadi terapi belum lengkap sampai di situ saja. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan agar menulis bisa menjadi terapi psikologis yaitu rekognisi, katarsis, refleksi diri, dan umpan balik.

    1. Rekognisi

    Ini adalah hal pertama yang harus dilakukan jika ingin kegiatan menulis dapat menjadi terapi psikologis bagi penulisnya. Ketika ide untuk menulis sesuatu tercetus dalam pikiran, maka otomatis kita akan menyusun kerangka dari ide itu.

    Rekognisi terjadi ketika penulis mulai menuliskan ide tersebut dan membuat pikirannya terfokus pada kegiatan menulis itu sendiri hingga menimbulkan perasaan nyaman. Biasanya, hal yang mengganggu sebelum menulis adalah pemikiran mengenai pendapat orang lain terhadap tulisan kita nantinya, ketakutan apabila tidak mampu menghasilkan tulisan yang bagus, ataupun perasaan rendah diri terhadap kemampuan menulis.

    Penulis dapat melakukan rekognisi dengan cara memberikan seluruh perhatiannya terhadap ide yang akan ditulis bukan pada distraksi lainnya. Saat penulis menikmati aktivitasnya dalam menulis, maka tahap rekognisi ini sudah dikatakan berhasil dilakukan.

    2. Katarsis

    Katarsis diartikan sebagai kegiatan menulis yang bertujuan untuk mengeluarkan perasaan yang sudah lama terpendam di dalam hati. Katarsis dapat mengeluarkan emosi negatif yang sebelumnya hanya terpendam dalam alam bawah sadar. Emosi negatif tersebut dapat berupa pengalaman traumatis yang tidak terselesaikan, tetapi terus disimpan dalam bawah sadar kita. Inilah yang memberikan pengaruh negatif terhadap emosi yang ditampilkan pada ornag banyak.

    Terkadang kita merasa bersalah tetapi justru menampilkan emosi marah terhadap orang lain karena ada pengalaman traumatis yang memicunya. Menulis cerita tentang pengalaman traumatis berarti membawa semua emosi negatif menuju ke kesadaran. Dengan begitu, maka emosi negatif yang terpendam dapat dipandang sebagai suatu hal yang harus diselesaikan.

    3. Refleksi Diri

    Kegiatan ini bertujuan untuk mengintegrasikan pemahaman yang diperoleh selama proses katarsis berlangsung, sehingga penulis dapat berpikir secara realistis untuk menyelesaikan pengalaman traumatis yang dimiliki tanpa dipengaruhi oleh emosi negatif.

    Refleksi diri membantu seseorang untuk menemukan sebab-akibat dari pengalaman traumatis yang pernah dialami. Tidak banyak orang yang mampu memandang suatu masalah secara lebih objektif kecuali dengan pemahaman baik terhadap sebab-akibat dari suatu masalah. Hal ini pula yang membuat kegiatan menulis dapat menjadi terapi karena membantu menemukan tindakan tepat dalam penyelesaian konflik batin.

    Pada dasarnya, terapi psikologis dengan bantuan profesional akan sangat mempermudah keberhasilan refleksi diri karena pemahaman yang diperoleh bersifat objektif. Namun, refleksi diri juga dapat dilakukan secara mandiri oleh penulis dengan cara membaca berulang kali tulisan yang telah dibuat.

    Proses inilah yang membedakan dengan menulis katarsis pada umumnya yang ketika kita selesai menulis, maka akan merasa lega. Padahal, menjadikan menulis sebagai terapi tidaklah sesederhana itu.

    4. Umpan balik

    Menjadikan kegiatan menulis sebagai terapi belum dapat dikatakan berhasil apabila tidak ada umpan balik yang diperoleh. Umpan balik artinya penulis dapat menentukan posisinya dengan baik setelah pemahaman terhadap sebab-akibat dari permasalahan yang dialaminya. Penentuan posisi ini dimaksudkan agar penulis dapat memilih secara bijak langkah selanjutnya.

    Penulis yang berharap bahwa dengan menulis ia dapat menyembuhkan pengalaman traumatisnya, harus dengan cermat menerima umpan balik dari hasil refleksi dirinya. Pada kondisi tertentu, solusi sudah ditemukan sejak melakukan refleksi diri, tetapi tidak ada keberanian untuk mengambil langkah selanjutnya.

    Oleh karena itu, umpan balik yang diperoleh dari kegiatan menulis biasanya semakin terasa jelas ketika kita mampu memosisikan dri sebagai seseorang yang ingin hidup independen bukan lagi korban dari pengalaman traumatis.

    Itulah 4 hal yang harus ada ketika kita ingin kegiatan menulis menjadi terapi psikologis bagi diri kita sendiri. Hal ini akan sangat mudah dilakukan apabila ada pendampingan dari profesional. Walaupun begitu. Dengan latihan dan perenungan yang lebih mendalam, menulis dapat menjadi terapi psikologis apabila memahami dan menerapkan 4 hal yang telah dibahas di atas. 

    Nirma Magfirandha anggota ODOP 9, tinggal di Kota Makassar, Sulawesi Selatan.