Oleh : Jihan Mawaddah
Malam ini malam ketiga setelah ia bertukar buku dengan Ningsih. Dan ia sudah cukup bisa bersabar untuk tidak mengirim SMS kepada gadis itu. Dia sengaja membatasi diri agar Ningsih tetap merasa nyaman. Kalau keseringan, takut si gadis tidak berkenan.
-SMS seperti ini merupakan cara halus setan melepaskan anak panahnya-
(Samara Kasih, halaman 37)
Samara Kasih mengangkat kisah Sam dan Ningsih, dua sejoli yang tak disangka-sangka dipertemukan oleh takdir Tuhan. Keduanya adalah seorang aktivis remaja masjid. Maka tak heran jika pesan singkat yang disebut SMS itu disebut sebagai anak panah setan jika dilakukan secara terus menerus antara dua manusia lawan jenis non-mahram. Anak rohis biasa menyebutnya sebagai virus merah jambu.
Berangkat dari pertemuan yang disengaja oleh lelaki bernama Sam. Sam memang mencari Ningsih ke tempat kerjanya. Awalnya memang hanya diniatkan untuk melihat dari dekat wanita yang selama ini disebut oleh kawan dekatnya, Sidik. Wanita yang menurut Sidik akan cocok jika menjadi jodoh Sam. Pertemuan itu ternyata menumbuhkan perasaan tak biasa dalam hati Sam. Perasaan yang membawanya terus menerus memikirkan Ningsih dan membuatnya nekat mengirimi pesan singkat meskipun disebut sebagai anak panah setan.
Ningsih menanggapinya dengan biasa saja. Bahkan menolak Sam karena Ningsih tak suka dengan ikhwan berambut gondrong. Terlebih Ningsih masih ingin fokus bekerja mencari uang untuk membantu orangtuanya. Siapa sangka ternyata Sam tak gentar. Tidak hanya berdoa dan memohon pada sang pemilik hati, Sam juga selalu berusaha untuk memberi perhatian pada Ningsih meski yang diberi perhatian masih saja menanggapinya dengan biasa saja.
Sam mengingatkan saya pada trend ikhwan dan akhwat yang berbalas pesan lalu terserang virus merah jambu yang tersohor itu. Seolah ikut terbawa dengan gombalan Sam pada Ningsih, membaca kisah dalam novel ini membuat saya tersenyum-senyum sendiri. Sam dan Ningsih secara tidak langsung memberi teladan pada remaja zaman now. Bahwa saling menyukai, saling memendam perasaan, hingga saling menunggu sampai saatnya tiba adalah hal yang seharusnya dilakukan oleh muda-mudi ketika ia merasa ditaklukkan oleh cinta. Perasaan yang menjadi fitrah manusia dan tidak seharusnya dinodai dengan nafsu semata.
Kalau saja Sam dan Ningsih bukan remaja masjid yang banyak disebut sebagai remaja radikalis, mungkin Sam dan Ningsih akan menghadirkan scene yang berbeda pada pembaca. Potret remaja masa kini yang mungkin jauh dari agama, jauh dari adab, dan budi pekerti yang mulia.
Samara Kasih membawa cerita yang ringan, namun sarat dengan pelajaran kehidupan pada tiap-tiap bab yang disajikan. Novel romance Islami seperti Samara Kasih kembali mengingatkan kita tentang hakikat jodoh dan takdir.
Takdir yang entah kemana membawa hati Sam pergi berlabuh. Begitupun dengan Ningsih yang tak akan menduga gigihnya seorang Sam berusaha untuk mendapatkan hatinya. Samara Kasih juga membawakan pada saya sebuah pelajaran tentang kegagalan. Sebagaimana pengalaman gagalnya Sam di masa lalu. Bahwa dalam hidup ini, tidak ada yang namanya jalan mulus menuju kebahagiaan. Kata orang bijak, Habiskan saja jatah gagalmu! Karena tidak selamanya Tuhan akan membiarkan kita terus dalam kegagalan. Begitu pula dengan Sam yang meyakini bahwa untuk yang kedua kalinya, ia tak akan gagal.
Namun, bagaimana dengan perasaan Ningsih? Akankah hatinya terketuk dan menerima Sam? Ataukah Ningsih justru akan berpaling dari Sam dan menerima lamaran lelaki mapan yang dikenalkan orang tuanya? Dalam Samara Kasih, pembaca akan melihat bagaimana keagungan Tuhan yang tidak akan pernah ingkar pada janji-Nya tentang jodoh. Bahwa lelaki yang baik untuk wanita yang baik pula.
Judul Buku : Samara Kasih │ Penulis : Suden Basayev │Penerbit : Embrio Publisher│Cetakan : Pertama, September 2020│ISBN : 978-623-6653-29-6│Tebal : 208 halaman
Jihan Mawaddah, adalah anggota resmi ODOP Batch 7 yang tinggal di Kota Malang, Jawa Timur. Tulisan lainnya bisa dilihat di www.jeyjingga.com
Makasih, Mbak Jihan sdh meresensi buku sederhana saya.
BalasHapus