BLANTERORBITv102

    Eloknya Gunung Ungaran dan Candi Gedong Songo

    Jumat, 15 Mei 2020

    Oleh: Dian Ekaningrum

    Epilog
    Setahun lalu di akhir bulan September, saya dan suami sengaja berniat menyempatkan diri untuk sedikit mengeksplorasi kawasan Bandungan. Niat awal kami berdua survei lokasi untuk acara gathering keluarga bulan Oktober.

    Kawasan Bandungan letaknya tak terlalu jauh dari tempat saya tinggal. Masuk di wilayah kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Jarak tempuh maksimal kurang lebih 1 jam 20 menit lama waktu yang kami butuhkan untuk sampai ke sana. Menggunakan sepeda motor dengan kecepatan dan lalu lintas normal. Bandungan sudah sangat lekat dengan kenangan masa kecil kami. 

    Sejak masih tinggal di Semarang, hingga kami sekeluarga pindah ke Kudus. Setelah menikah saya kembali ke Semarang. Bandungan tetap jadi tempat wisata keluarga yang selalu jadi pilihan yang paling populer. Mungkin karena berhawa sejuk, dan merupakan bagian dari pegunungan di kaki Gunung Ungaran. Pelancong dari daerah sekitar Semarang pun tak kalah banyak yang menyambangi lokasi wisata itu. 


    Kami berangkat sebelum tengah hari, karena targetnya harus langsung dapat kepastian penginapan yang akan kami gunakan bulan depan. Hasil diskusi memang sudah merujuk pada satu nama hotel yang letaknya tak jauh dari pasar Bandungan. Hotel ini menyimpan beberapa kenangan buat Papa dan kami, anak-anaknya. Dulu saat kami masih kecil, Papa masih aktif bermain tenis. Sehingga, hampir setiap tahun ada semacam pertandingan persahabatan klub tenis tersebut, sekaligus acara rutin untuk mempererat silaturahmi antar keluarga pegawai kantor beliau.

    Kami ingin mengulang beberapa memori itu di ulang tahun beliau, karena itu berharap di bulan Oktober bisa menginap di hotel yang dimaksud. Alhamdulillah, kami berjodoh. Dua kamar khusus untuk ukuran keluarga berhasil kami booking.

    Usai dari sana, kami lanjutkan perjalanan menuju tujuan berikutnya. Masih dalam rangka survei sebenarnya, karena tidak mungkin jika keluarga besar yang sudah jauh-jauh datang dari Kudus hanya menghabiskan waktu di hotel. Tempat wisata yang ramah untuk anak kecil dan orang tua.

    Ada banyak pilihan sekarang ini bagi pelancong yang datang ke Bandungan. Tempat rekreasi lama dan juga baru, seperti Candi Gedong Songo, Pasar Tradisional Bandungan, Kompleks Wisata Umbul Sidomukti, Sentra Tahu Serasi Bandungan, Pemancingan Ikan Bakar Jimbaran, Taman Bunga Celosia dan masih banyak lagi. Kami berdua melihat peta mana yang searah dan tidak terlalu jauh dari lokasi kami menginap.

    Singkat cerita pilihan kami berdua jatuh pada Taman Bunga Celosia. Alasannya sederhana, karena tempat itu yang ramah untuk balita dan juga lansia. Membayar tiket masuk Rp 10.000 untuk orang dewasa. Kita bisa sepuasnya berswafoto di lokasi Taman Bunga itu. Ada tiruan Menara Eiffel, Rumah Hobbit, kincir angin, bunga berwarna-warni.

    Letaknya tak jauh dari gapura yang tertulis "Kawasan Wisata Candi Gedong Songo". Terlihat di sana padat kendaraan pribadi; sepeda motor, mobil, shuttle bus juga bus besar yang parkir di lokasi taman. Sedikit membuat lalu lintas tersendat. Jalan yang agak menanjak membuat orang-orang menginjak rem dan ganti perseneling. Bau kampas kopling jadi aroma yang menyengat hidung.

    Setelah melihat sepintas situasi Taman Bunga Celosia, kami lanjutkan kembali petualangan hari itu. Tujuannya pasti yaitu ke Candi Gedong Songo. Ini bukan kali pertama saya ke sana, jika tak salah mengingat ini mungkin kali ketiga atau keempat berkunjung. Sekali waktu saya dan adik-adik masih kecil. Terakhir, waktu mendampingi anak-anak ideologis saya outbound menjelang ujian nasional. Semua kunjungan saya kesana, tentu saja tidak ada yang genap lunas sampai puncak ke candi IX. Napas dan tenaganya sudah tak mampu berbohong pagi. Pun, saat itu sore sudah beranjak mendekati senja. Kami tak ingin terlalu malam, melanjutkan perjalanan pulang.

    Perwajahan candi Gedong Songo dari kunjungan pertama hingga yang terakhir, tampak sekali bedanya. Kawasan sekitar candi semakin cantik karena rajin bersolek. Namun, yang masih saja sangat disayangkan adalah perilaku pengunjung utamanya yang domestik. Kebiasaan membuang sampah sembarangan dan kurang mengapresiasi benda bernilai sejarah. Hingga, sangat mudah ditemukan sampah teronggok dengan jelas merusak keelokan dan keasrian paras alam sekitar candi. Tertangkap mata saya, banyak pengunjung yang tanpa pikir panjang duduk-duduk di bangunan candi.

    Sejarah dan Asal-Usul Candi Gedong Songo

    Candi Gedong Songo merupakan peninggalan agama Hindu. Letak geografis pada koordinat -7.210290 dan +110.342010, berasa diketinggian laut 1200 MDPL. Letaknya yang persis di bawah kaki gunung Ungaran, membuat suhu di lokasi sejuk yaitu sekitar 19-27° C. Sejujurnya belum ada yang mengetahui pasti kapan Candi Gedong Songo ini dibangun. Masih seringkali menjadi perdebatan di antara para arkeolog, sehingga sampai kini situs purbakala ini masih terus diteliti.


    Namun, sebagian besar berpendapat melihat bentuk serta reliefnya. Candi ini dibangun pada saat dinasti Sanjaya Hindu (Wangsa Syailendra) memegang pemerintahan di Jawa sekitar abad ke 8-9, atau kurang lebih pada tahun 927 Masehi.

    Candi ini dibangun oleh Raja Mataram Kuno untuk memuja para dewa. Umat Hindu percaya bahwa gunung adalah surganya para dewa-dewi tinggal atau biasa disebut kahyangan. Maka tak heran jika kita akan mudah melihat ada relief Syiwa Mahaguru, Syiwa Mahakala , Syiwa Mahadewa, Durgamahesasuramardhani dan Ganesya dalam kompleks candi Gedong Songo. Ciri khas lain yang bisa kita lihat disini sebagai candi Hindu di Indonesia yakni ditemukan Lingga dan Yoni.


    Tahun 1740 Masehi merupakan awal kompleks Candi Gedong Songo ini ditemukan. Penemunya adalah Loten. Setelah itu di tahun 1804, dilanjutkan oleh Sir Thomas Stamford Rafles. Ia mulai mencatatnya dengan memberi nama 'Gedong Pitoe' karena hanya menemukan 7 kelompok bangunan saja.

    Namun publikasi secara resmi dibuka pada tahun 1925 oleh Van Braam. Ia mengumumkan bahwa ditemukan candi di sekitar perbukitan Ungaran. Dilanjutkan oleh Friederich dan Hopermans menulis tentang Gedong Songo. Kemudian, sekitar tahun 1908 Van Stein Calefells melakukan penelitian di sekitar kompleks Candi Gedong Songo.  Diteruskan lagi tahun 1911-1912 oleh Knebel melakukan inventarisasi semua komplek Candi Gedong Songo. Sampai pada akhirnya, pemerintah Indonesia melakukan pemugaran Candi Gedong 3, 4, 5 pada tahun 1977-1983. Sekian lama berlangsung, pada tahun 2009 pemerintah melalui Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala melakukan penataan ulang seluruh kompleks Candi Gedong Songo.

    Eloknya Kawasan Candi Gedong Songo

    Menjelang sore, kami berdua masih merasa sejuknya hawa pegunungan. Bahkan kabut tipis hingga tebal mulai turun, membelai kulit kami dengan angin basah yang misterius.

    Aroma belerang semakin kuat menyengat. Kepulan asap terlihat dari segala sisi. Ada sekelompok orang yang sibuk mengabadikan kenangan. Ada yang hanya sekedar duduk, melihat sekelilingnya. Mungkin ia sedang berpacu bersama kenangan masa lalu yang belum mau hilang. Beberapa anak kecil sibuk berlarian girang, sambil sesekali orangtua mereka berteriak memintanya berhati-hati. Di sisi lain kami melihat ada pemandian air panas dengan kandungan belerang alami. Tahukah kalian bahwa di kawasan kompleks Gedong Songo memiliki cadangan bio energy terbesar dan terbaik di Asia, lho! Bahkan, beberapa informasi mengatakan bahwa bio energy di kawasan pegunungan Tibet pun kalah. Suatu hal yang membanggakan, bukan?

    Kami berdua memutuskan rehat sejenak disitu. Mencoba menarik energi positif dari alam yang luar biasa indah. Tak lama, sebelum kami meneruskan langkah pastilah momentum berswafoto tak boleh dilewatkan. Belum banyak langkah diayun, kami melihat warung sederhana di pinggir jalan setapak yang kami lalui. Tampak sepi. Udara semakin sore semakin dingin, gerimis kecil pun tiba-tiba turun. Suami memberikan kode untuk mampir sebentar ke warung itu. Satu gelas teh tawar, satu botol air mineral dan beberapa mendoan yang baru saja turun dari penggorengan jadi teman kami berbincang sore itu.


    Kabut sudah naik kembali, langit kembali cerah. Setelah membayar apa saja yang telah kami pesan kepada si empunya warung. Kami pamit. Sepanjang berjalan tak henti-hentinya mengagumi keindahan alam yang nyata terhampar di sekeliling kami. Sesekali kami harus lebih ke pinggir karena harus berbagi jalan setapak dengan kuda-kuda yang disewa para pelancong untuk berkeliling kawasan kompleks candi.

    Sekitar satu jam kami berjalan, menuju pintu keluar. Selama itu memang, sebab kami sesekali berhenti untuk beristirahat. Sembari melihat aktifitas anak-anak muda yang sedang berkegiatan di kawasan itu. Hari itu, Sabtu dan memang tampak banyak acara mahasiswa yang dihelat di sana. Acara penyambutan mahasiswa (masa orientasi organisasi) baru dari berbagai kampus di sekitar Semarang. Ada juga yang Makrab jurusan (malam keakraban). Homestay yang ada di dalam kawasan kompleks candi Gedong Songo tampak penuh semua, laris disewakan. Musala yang disediakan di tengah area kawasan juga tampak antrian yang begitu panjang. Kamar mandi umum yang berjejer banyak tak kalah ramainya. Meskipun kamar mandinya terbilang sederhana, namun relatif bersih baik ruang maupun airnya.


    Saya persis tahu karena memang sebelum sampai di pintu keluar, mampir ke kedua tempat itu. Menuntaskan kewajiban. Senja benar-benar nyaris turun. Cahaya di langit mulai redup berganti rona jingga. Kami bergegas keluar, menuju gedung tempat kami parkir motor. Sebelum mencapai pintu keluar, perhatianku terganggu pada lorong yang penuh hiasan bunga-bunga imitasi cantik. Seperti sudah membaca gelagat itu, suami segera bergerak cepat memberikan aba-aba. Puas dengan beberapa gaya, kami langsung menuju parkiran.

    Tiket Masuk Murah dengan Keindahan Mewah

    Tak perlu merogoh kocek terlalu dalam, untuk menikmati keindahan alam yang luar biasa mewah. Kita hanya perlu membayar tiket masuk seharga Rp 10.000 per orang untuk wisatawan domestik, sedangkan untuk pelancong asing jika tak salah mengingat sekitar Rp 50.000.

    Saat ini selain wisata sejarah, ada alternatif yang disediakan di dalam kompleks kawasan Candi Gedong Songo. Bagi pengunjung yang tak ingin capek berpeluh dan terengah-engah mendaki jalan setapak. Bisa memilih Ayana. Ada jalur tersendiri yang disediakan menuju ke sana. Fasilitas yang disediakan ada bubble tent, ruang santai di tengah kolam, balon udara , dan spot-spot kekinian lainnya untuk berfoto-foto.

    Jadi bagi yang berkeinginan berkunjung ke Jawa Tengah, kawasan Bandungan terutama yang mau ke kompleks Gedong Songo mempunyai banyak pilihan.

    Silahkan pilih mau wisata sejarah dan lebih nyata dekat dengan alam atau "wisata kekinian" dengan konsep berfoto yang instagramble di alam terbuka. Cukup membayar tiket masuk tambahan ke Ayana, seharga Rp 10.000 dan dari hasil investigasi tanya sana dan sini, didapatkan informasi. Jika beberapa spot di dalam Ayana, membayar lagi Rp 5000 untuk pinjam pakai fasilitas atau properti unik foto.[]

    Dian Ekaningrum adalah orang biasa, pecinta kopi, perindu surga, punya mimpi keliling semesta dan bermimpi memelihara lumba-lumba. Seorang perempuan yang percaya bahwa sejarah dan buah pikiran akan nyata dan abadi dengan sulaman aksara. Mulai serius terjun menari bersama kata karena enggan melewatkan berbagai cerita luar biasa dalam hidupnya.